Senin, 16 Mei 2016

Perkembangan Sosial dan Emosi Anak



Makna Perkembangan Sosial Anak
Syamsu Yusuf (2007) menyatakan bahwa perkembangan sosial merupakan pencapaian pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum memiliki sifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya, terutama lingkungan keluarganya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang.
Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa : "Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks".
Semakin bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.

Bentuk-bentuk Tingkah Laku Sosial
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkannya dalam bentuk-bentuk intetaksi sosial. Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial. Menurut Yusus (2002) pada usia anak-anak bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu adalah sebagai berikut:
1.    Pembangkangan (negativisme)
Negativisme yaitu suatu bentuk tingkah laku yang melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau aturan serta tuntunan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku melawan merupakan salah satu bentuk dari proses perkembangan tersebut. Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju ke arah independet.
2.    Agresi (aggression)
Agresi yaitu menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun secara kata-kata (verbal). Agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya) yang dialaminya. Agresi ini mewujud dalam prilaku menyerang seperti memukul, mencubit, menendang, menggigit, marah-marah dan mencaci maki.
3.    Berselisih atau bertengkar (quarreling)
Berselisih atau bertengkar terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap dan prilaku lain. Seperti ia diganggu pada saat mengerjakan sesuatu, atau direbut barang atau mainannya.
4.    Menggoda (teasing)
Menggoda yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif. Menggoda merupakan serangam mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan). Sehingga menimbulkan reaksi marah pada orang yang diserangnya.
5.    Persaingan (rivalry)
Persaingan yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dam selalu didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestise dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini bisa berarti keinginan untuk melebihi orang lain san selalu didorong (distimulasi) orang lain.
6.    Kerja sama (cooperation)
Kerjasama yaitu suatu sikap mau bekerja sama dengan kelompok. Anak yang berusia dua atau tiga tahun belum berkembang sikap bekerjasamanya, mereka masih memiliki kuat sikap self centered-nya.
7.    Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior)
Ascendant behavior yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness wujud dari tingkah laku ini, seperti meminta, menyuru dan mengancam atau memaksa orang lain untuk mememuhi kebutuhan dirinya.
8.    Mementingkan diri sendiri (selfishness)
Selfishness yaitu sikap egosentris dalam memenuhi kebutuhan interest atau keinginannya.
9.    Simpati (sympathy)
Simpati, yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau mendekati atau bekerja sama dengannya. Seiring dengam bertambahnya usia, anak mulai dapat mengurangi sikap selfish-nya dan dia mulai mengembangkan sikap sosialnya, dalam hal ini rasa simpati terhadap orang lain.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak
Perkembangan sosial anak (peserta didik) dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya yaitu:
1.    Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditemukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2.    Kematangan
Untuk dapat bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima nasihat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
3.    Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
4.    Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
5.    Kapasitas mental : Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan bahasa dengan baik. Oleh karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial anak.

Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah ke penilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikan atau merahasiakannya.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-pertistiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya. Disamping itu pengaruh egosentris sering terlihat, diantaranya berupa:
1.    Cita-cita yang idealisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat lebih lanjut dan tanpa memeperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2.    Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam mengahadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan di akhir masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.

Kelainan Psikososial
Perkembangan psikososial adalah perkembangan yang berhubungan dengan pemahaman seorang individu atas situasi sosial di lingkungannya. Secara riil, psikososial ini meliputi bagaimana seseorang mengetahui apa yang dirasakan orang lain, bagaimana mengekspresikan perasaannya dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungannya. Selain itu, psikososial juga berkaitan dengan kemampuan seorang anak melepaskan diri dari ibu atau orang penting didekatnya dan melakukan tugas-tugas yang diberikan secara mandiri. Pada saat yang bersamaan, perkembangan psikososial ini juga meliputi pemahaman seorang anak atas peraturan-peraturan yang ada di sekitarnya.
Dengan demikian yang dimaksud dengan kelainan psikososial adalah kelainan-kelainan yang berhubungan dengan fungsi emosi, dan perhatian terhadap sekitarnya. Beberapa penyimpangan atau kelainan perilaku yang muncul berkaitan dengan fungsi-fungsi ini antara lain adalah :
·      Gangguan emosi, gangguan emosi tampak melalui perilaku ekstrim seperti terlalu agresif, terlalu menarik diri, berteriak, diam seribu bahasa, terlalu gembira atau terlalu sedih. Perilaku ekstrim ini muncul dalam tempo yang tidak sebentar dan dalam situasi yang tidak tepat. Masyarakat kadang-kadang memberi label pada mereka yang memiliki hambatan ini dengan sebutan “anak nakal” misalnya.
·      Gangguan perhatian, gangguan perhatian tampak sebagai kesulitan seorang anak dalam memberikan perhatian terhadap objek disekitarnya, sekalipun dalam waktu tidak lama. Termasuk dalam kelainan ini adalah hiperaktif , sulit memusatkan perhatian dan autism. Secara sekilas, penyandang gangguan ini dapat terlihat seperti anak dengan keterbelakangan mental, kelainan perilaku, gangguan pendengaran atau bahkan berperilaku aneh dan nyentrik. Yang lebih menyulitkan lagi adalah semua gejala tersebut diatas dapat timbul secara bersamaan, sehingga dapat dikatakan bahwa anak-anak yang memiliki gangguan perhatian ini termasuk memiliki gangguan yang kompleks. Untuk memastikan apakah seorang anak memiliki gangguan perhatian ini, utamanya autism, perlu dilakukan oleh dokter, psikolog, terapis, guru dan utamanya keterangan orang tua, mengenai sejarah perkembangannya.
Deteksi kelainan perkembangan dapat dilakukan oleh orang tua sejak dini. Semakin cepat orang tua menemukan kelainan-kelainan pada anaknya akan semakin baik dan mudah penanganannya. Sebagaimana dikatakan oleh para pakar bahwa ada tidaknya perubahan kualitas perkembangan anak sedikit banyak adalah hasil dari pembiasaan yang diterapkan oleh orang tuanya. Seorang anak yang terbiasa mendapati lingkungan yang menyenangkan (hawa udara, cahaya, suara) dan tidak mengalami hal-hal yang menakutkan atau serba tidak menentu akan cenderung menumbuhkan perasaan mempercayai sesuatu. Sebaliknya, jika seorang anak dibesarkan oleh kebiasaan yang tidak menyenangkan, ia akan tumbuh menjadi anak yang mudah curiga atau tidak mempercayai sesuatu, dingin dan acuh tak acuh . Bahkan diduga, mereka yang tidak mendapatkan hal-hal yang menyenangkan akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak memiliki belas kasih.
Erikson (dalam Gunarsa, l980), mengatakan bahwa kuncinya adalah pada fungsi pengindraan sebagai alat pertama untuk melakukan hubungan dan pengalaman sosial yang pada muaranya mempengaruhi reaksi dan sikap seseorang di kemudian hari. Karena anak atau bayi paling sering memperoleh makanan melalui mulut, maka ia berhadapan pertama kali dengan lingkungan sosialnya melalui mulut. Anak akan merasakan hubungan sosial yang pertama ini melalui hal-hal yang kualitatis daripada hal-hal yang kuantitatif, seperti seringnya memperoleh makanan. Dengan kata lain anak akan merasakan kehangatan cinta kasih dari ibu atau pengasuhnya, melalui caranya memberikan makanan, caranya menyusui, caranya mengajak tertawa dan berbicara dengan anak maupun cara-cara yang lain, yang ditunjukkan untuk menyatakan keberadaan si anak. Pengalaman ini untuk selanjutnya akan menjadi bekal bagi anak atau seseorang ketika melalui hari-hari panjangnya yang lebih kompleks di kemudian hari, manakala ia melewati fase-fase berikutnya.

Perkembangan Emosi
Anak-anak prasekolah menjadi lebih mahir ketika membicarakan emosi dirinya sendiri maupun orang lain. Mereka juga lebih menyadari pentingnya mengendalikan dan mengelola emosi mereka agar sesuai dengan standar sosial. Dimasa kanak-kanak pertengahan dan akhir, anak-anak mengembangkan pemahaman dan regulasi-diri terjadap emosi. (Cunningham, Kliwer, & Garner, 2009; Saarni dkk., 2006).
Perubahan Perkembangan. Perubahan perkembangan yang penting dalam emosi semasa kanak-kanak menengahbdan akhir mencakup hal-hal berikut ini (Denham, Basset, & Wyatt, 2007; Kuebli, 1994; Thompson, 2009; Thompson & Goodvin, 2005).
·      Meningkatkan pemahaman emosi. Sebagai contoh, anak-anak disekolah dasar memperlihatkan perkembangan kemampuan dalam memahami emosi-emosi kompleks seperti rasa bangga dan malu. Emosi-emosi ini kurang berkaitan dengan orang lain; emosi-emosi ini menjadi lebih self-generated dan terintegrasi yang disertai dengan rasa tanggung jawab.
·      Meningkatkan pemahaman kita bahwa dalam sebuah situasi kita dapat mengalami lebih dari satu emosi. Sebagai contoh, seorang siswa kelas tiga mungkin menyadari bahwa memperoleh sesuatu dapat melibatkan kecemasan dan kesenangan.
·      Meningkatkan kecenderungan untuk lebih menyadari kejadian-kejadian yang menyebabkan reaksi emosi. Seorang siswa kelas empat mungkin menyadari bahwa kesedihannya hari ini dipengaruhi oleh kepindahan kawannya ke luar kota.
·      Meningkatnya kemampuan untuk menekan atau mengungkapkan reaksi-reaksi emosi yang negatif. Seorang siswa kelas lima telah belajar menurunkan kemarahannya ketika salah satu kawan mengganggunya.
·      Menggunakan strategi inisiatif-diri untuk mengarahkan kembali perasaan-perasaan. Disekolah dasar, anak-anak menjadi lebih reflektif dan menggunakam strategi dalam mengendalikan emosi. Mereka lebih mampu mengelola emosinya dengan menggunakan strategi kognitif, seperti menenangkan diri sendiri ketika sedang marah.
·      Kapasitas untuk berempati secara tulus. Sebagai contoh, seorang siswa kelas empat merasa bersimpati terhadap orang tang sedang stres serta sangat memahami kesedihan yang sedang dirasakan oleh orang tersebut.
Coping terhadap stres. Salah satu aspek penting dari kehidupan anak-anak adalah mempelajari cara coping terhadap stres (Swearer, Givens, & Frerichs, 2010). Ketika anak-anak bertambah besar, mereka mampu menilai situasi yang menekan secara lebih akurat dan menentukan seberapa jauh mereka mampu mengendalikannya. Anak-anak yang lebih besar memliki alternatif coping terhadap kondisi yang menyebabkan stres dan menggunakan strategi kognitif yang lebih banyak (Saarni dkk, 2006). Dibandingkan anak-anak yang lebih kecil, anak-anak yang lebih besar lebih mampu mengalihkan perhatiannya pada hal-hal yang kurang menyebabkan stres. Anak-anak yang lebih besar juga mampu membangun kembali (reframing) atau mengubah persepsinya terhadap situasi yang mengubah stres. Sebagai contoh, anak-anak yang lebih kecil mungkin merasa kecewa ketika gurunya tidak menyapanya saat mereka datang kesekolah. Anak-anak yang lebih besar mungkin akan melakukan pemikiran ulang terhadap situasi semacam ini dan berfikir, "Ia mungkin sibuk dengan hal-hal lain dan lupa untuk menyapanya".
Ketika berusia 10 tahun, sebagian besar anak menggunakan strategi kognitif ini untuk menghadapi stres (Saarni, 1999). Meskipun demikian, didalam keluarga yang tidak suportif dan diwarnai dengan badai atau trauma, anak-anak dapat sedemikian terbelenggu oleh stres sehingga mereka tidak lagi menggunakan strategi semacam itu (Klingman, 2006).
Bencana yang terjadi dapat membahayakan perkembangan anak dan menyebabkan masalah penyesuaian. Anak-anak yang mengalami bencana dapat menderita stres akut, depresi, kepanikan, serta gangguan stres pasca-trauma (Kar, 2009). Proporsi anak-anak yang mengembangakan masalah akibat bencana ini tergantung pada faktor-faktor seperti sifat-sifat serta tingkat keparahan bencana, dan juga ketersediaan dukungan terhadap anak-anak.

Sumber :
·         Suhada, Idad. 2014. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: CV.Insan Mandiri.
·         Santrock, J.W.2011. LIFE-SPAN DEVELOPMENT : PERKEMBANGAN MASA-HIDUP Edisi Ketigabelas Jilid I. Alih bahasa: Benedictine Widyasinta. Jakarta: ERLANGGA.
·         Andaf education MY WAY MY ESCELLENCE.2011.Psikososial.[Online]Tersedia: https://andafeducation.blogspot.com/2011/09/psikososial.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar