Kamis, 28 Januari 2016

My History

WHAT’S YOUR NAME?
Pagi yang cerah dihari kamis ini, aku yang biasanya berangkat kekampus pagi-pagi, untuk hari kamis aku berangkat sedikit siang karena jadwal masuk hari kamis tidak terlalu pagi. Meskipun begitu, hari kamis adalah hari yang sangat melelahkan karena jadwal mata kuliah yang terakhir selesai jam 6 sore, aku harap semoga disemester genap nanti tidak ada jadwal seperti ini.
Mata kuliah pengetahuan lingkunganpun dimulai, dan setelah selesai dilanjut ke praktikum kimia dasar 1. Setelah praktikum selesai aku dan teman sekelompokku mengerjakan jurnal bersama-sama dimushola lab. Berbeda dengan praktikum sebelumnya, aku rasa praktikum ini lebih memakan waktu apalagi untuk mengisi jurnal setelah praktikum.
Aku memiliki sedikit waktu untuk mengerjakan tugas B.Indonesia dan membeli materai difotocopyan depan UIN yang jaraknya lumayan sedikit jauh, akupun berfikir bagaimana caranya untuk mengefesienkan waktu sementara B.Indonesia dimulai pukul 4 sore.
Waktu menunjukan pukul 3 sore. Akupun merasa semakin resah karena tugas B.Indonesia dan belum membeli materai untuk persyaratan surat perjanjian bidikmisi. Setelah kelompokku selesai mengerjakan jurnal, akupun bergegas untuk membeli materai.
Waktuku hanya 30 menit pikirku. Aku harus bisa segera mungkin untuk membeli materai dan mengerjakan tugas B.Indonesia.
Akhirnya sampai juga ditempat fotocopy.
“Pak ada materai yang 6000? Aku beli satu pak”. Tukang fotocopy itupun memberiku materai.
“Berapa harganya pak?”. Tanyaku.
“7000 neng”. Jawab tukang fotocopy.
“Pak ada lem? Boleh saya minta sedikit”. Tukang fotocopypun memberiku lem.
“Terima kasih pak” materai yang aku beli pun aku tempel disurat perjanjian kemudian aku tandatangani surat itu diatas materai.
Merasa dikejar waktu akupun bertingkah terburu-buru. Masih ditempat fotocopy disamping ku ada seorang lelaki, rupanya diapun sama seperti aku membeli materai.
Wah, pasti ini anak bidikmisi,pikirku seketika. Tanpa basa-basi akupun langsung bertanya kepada dia.
“Maaf, boleh tanya?” ucapku yang terburu-buru
“Iya boleh” jawabnya yang terihat santai.
“Kamu anak bidikmisi?” tanyaku langsung.
“Iya”. Jawab dia.
“Eh kalau pemetaan pondok pesantren itu diisinya sesuai yang diperintahkan?” tanyaku langsung ke inti pertanyaan.
“Iya, memang kenapa?”. Jawabnya
“Kan gini, aku sudah tinggal diponpes Al-hidayah. Tapi Al-hidayah kan khusus untuk laki-laki, sedangkan dalam surat perjanjian aku tulis Ponpes Al-hidayah”. Jelasku panjang lebar.
“Oh, itukan ponpes yang disediakan untuk laki-laki. Jadi lebih baik ganti saja”. Jawabnya.
“Oh iya”. Akupun langsung mencoretnya lalu mengganti dengan ponpes Al-Musyahadah.
“Kamu tinggalnya sekarang diponpes Al-Hidayah?”.  Tanya lelaki itu.
“Iya, kamu pilih ponpes apa?”. Tanyaku
“Al-Hidayah”.  Jawabnya.
“Oh, iya”. Jawabku. “Kamu suratnya mau dikumpulin sekarang?”.
“Iya”.
“Bisa diwakilkan tidak untuk pengumpulannya?”. Tanyaku.
“Kurang tahu, lebih baik oleh sendiri dikumpulinnya”. Jelasnya.
“Oh, ya udah. Bareng ya kalau gitu”.
“Iya”
Akupun dan dia pergi menuju gedung Al-Jamiah untuk mengumpulkan surat perjanjian bidikmisi tersebut. Sesampainya di Al-Jamiah  kamipun naik lift bersama, namun dia bertemu dengan temannya dan temannya pun naik lift. Akhirnya didalam lift hanya ada aku dia dan temannya. Setelah mengumpulkan surat perjanjian tersebut, akupun turun ke lantai dasar menggunakan lift, masih bersama dia.
Selama bersama dia, dia banyak bertanya tentang ponpes Al-Hidayah, dia juga menanyakan fakultas dan jurusanku tak lupa akupun menanyakan hal yang sama kepadanya. Sampai akhirnya akupun menyadari bahwa aku sedang dikejar waktu,aku pun meminta untuk meninggalkannya.
“Eh aku duluan ya soalnya aku masuk B.Indonesia jam 4”. Ucapku.
“Iya” . Jawabnya. “Eh tunggu bentar boleh minta nomor Hpnya? Untuk tanya-tanya tentang ponpes Al-Hidayah dan alamat lengkapnya”.
Aku dan dia saling mengeluarkan ponsel.
“Iya, mau aku yang ketik atau kamu yang ketik?”. Tanyaku.
“Aku aja”. Jawabnya.
“oh, iya”. Akupun menyebutkan nomor ponselku “085759827865”
“085759827865”. Diapun mengetik dan memastikan.
“Iya”. Jawabku.
“Terima kasih”. Ucapnya.
“Sama-sama. Aku duluan ya!”
“Iya”.
Akupun berjalan meninggalkan dia, dan sesekali melihat kebelakang untuk memastikan dia apakah masih ada dibelakangku.
Ketika jarakku sudah jauh dari dia aku baru sadar, bahwa aku belum menanyakan namanya.
Hah tadi aku berbincang-bincang dengan dia tapi aku tak menanyakan namanya dan tak memberi tahu namakku. Terus nanti nomor ponselku disimpan dengan nama apa di kontak Hpnya? Pikirku.
***