Senin, 16 Mei 2016

Perkembangan Nilai Moral dan Keagamaan Remaja



Pengertian Nilai Moral dan Sikap
Nilai adalah yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai.
Istilah moral berasal dari bahasa Latin mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan (Gunarsa,1986). Moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi (Shaffer,1979). Moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial (Rogers, 1985). Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil dan seimbang. Perilaku moral diperlukan dengan terwujudnya kehidupan sosial yang damai penuh keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan.
Fishbein (1975) mendefinisikan sikap adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespons secara konsisten terhadap suatu objek. Sikap merupakan variabel yang mendasari, mengarahkan, dan memengaruhi prilaku. Sikap tidak identik dengan merespon dalam bentuk perilaku, tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat disimpulkan dari konsistensi perilaku yang dapat diamati. Secara operasional, sikap dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata atau tindakan yang merupakan respons reaksi dari sikapnya terhadap objek, baik berupa orang, peristiwa atau situasi (Horrocks,1976).

Karakteristik Nilai, Moral, dan Sikap Remaja
Karena masa remaja merupakan masa mencari jati diri, dan berusaha melepaskan diri dari lingkungan orang tua untuk menemukan jati dirinya maka masa remaja menjadi suatu periode yang sangat penting dalam pembentukan nilai (Horrocks, 1976; Adi, 1986;  Monks,1989). Salah satu karakteristik remaja yang sangat menonjol berkaitan dengan nilai adalah bahwa remaja sudah sangat merasakan pentingnya tata nilai dan mengembangkan nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sebagai pedoman, pegangan, atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang semakin matang (Sarowonno,1989). Pebentukan nilai-nilai baru dilakukan dengan cara identifikasi  dan imitasi terhadap tokoh atau model tertentu atau bisa saja berusaha mengebangkannya sendiri.
Karakteristik yang menonjol  dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional formal, yaitu mampu berfikir abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka (Gunarsa,1988). Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggapnya sebagai suatu yang bernilai, walau belum mampu mempertanggungjawabkannya secara pribadi (Monks,1989). Perkembangan moral remaja yang demikian, jika meminjam teori dari Kohlberg berarti sudah mencapai tahap konvensional. Pada akhir masa remaja seseorang akan memasuki tahap perkembangan pemikiran moral yang sudah semakin jelas. Pemikiran moral remaja berkembang sebagai pendirian pribadi yang tidak tergantung lagi pada pendapat atau pranata yanng bersifat konvensional.
Tingkat perkembangan fisik dan psikis yang dicapai remaja berpengaruh pada perubahan sikap dan perilakunya. Perubahan sikap yang cukup menyolok dan ditempatkan sebagai salah satu karakter remaja adalah sikap menentang nilai-nilai dasar hidup orang tua dan orang dewasa lainnya (Gunarsa,1988). Apalagi kalau orang tua atau orang dewasa berusaha memaksakan nilai-nilai yang dianutnya kepada remaja.  Sikap menentang pranata adat kebiasaan yang ditunjukkan oleh para remaja merupakan gejala wajar yang terjadi sebagai unjuk kemampuan berfikir kritis terhadap segala sesuatu yang dihadapi dalam realitas. Gejala sikap menentang pada remaja hanya bersifat sementara dan akan berubah serta berkembang ke arah moralias yang lebih matang dan mandiri.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral dan Sikap
Nilai, moral, dan sikap adalah aspek-aspek yang berkembang pada diri individu melalui interaksi antara aktivitas internal dan pengaruh stimulus eksternal. Pada awalnya seorang anak belum memiliki nilai-nilai dan pengetahuan mengenai nilai moral tertentu atau tentang apa yang dipandang baik atau tidak baik oleh kelompok sosialnya. Selanjutnya, dalam berinteraksi dengan lingkungan, anak mulai belajar mengenai berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan nilai, moral dan sikap. Dalam konteks ini, lingkungan merupakan faktor yang besar pengaruhnya bagi perkembangan nilai, moral dan sikap individu (Horrocks, 1976; Gunarsa,1988).
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral dan sikap individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Kondisi psikologis, pola interaksi, pola kehidupan beragama, berbagai sarana rekreasi yang tersedia dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat akan mempengaruhi perkembangan nilai, moral dan sikap individu yang tumbuh dan berkembang didalamnya.
Remaja yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang penuh rasa aman secara psikologis, pola interaksi yang demokratis, pola asuh bina kasih dan religius dapat diharapkan berkembang menjadi remaja yang memiliki budi luhur, moralitas tinggi, serta sikap dan perilaku terpuji. Sebaliknya,  individu yang tumbuh dan berkembang dengan kondisi psikologis yang penuh dengan konflik, pola interaksi yang tidak jelas, pola asuh yang kurang berimbang dan kurang religius maka harapan agar anak dan remaja tumbuh dan berkembang menjadi individu yang memiliki nilai-nilai luhur, moralitas tinggi, dan sikap prilaku terpuji menjadi diragukan.

Implikasi Pengembangan Nilai, Moral, dan Sikap Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Pendidikan tersebut dapat dilakukan di rumah tangga, sekolah, dan masyarakat.
1.      Pendidikan moral dalam rumah tangga
Pertama-tama yang harus diperhatikan adalah penyelamatan hubungan ibu-bapak, sehingga pergaulan dan kehidupan mereka dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya.
Pendidikan moral yang paling baik, terdapat dalam agama, karena nilai moral yang dapat dipatuhi dengan sukarela, tanpa ada paksaan dari luar, hanya dari kesadaran sendiri, datangya dari keyakinan sendiri.
Orang tua harus memperhatikan pendidikan moral serta tingkah laku anak-anaknya.Pendidikan dan perlakuan orang tua terhadap anaknya hendaknya menjamin segala kebutuhannya, baik fisik ataupun psikis ataupun sosial.
2.      Pendidikan moral dalam sekolah
Hendaknya dapat diusahakan supaya sekolah menjadi lapangan yang baik bagi penumbuhan dan pengembangan mental dan moral anak didik.
Pendidikan agama, haruslah dilakukan secara intensif Hendaknya segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran (baik guru, pegawai, buku, peraturan dan alat-alat) dapat membawa anak didik kepada pembinaan mental yang sehat.
3.      Pendidikan moral dalam masyarakat
Sebelum menghadapai pendidikan anak, maka masyarakat yang telah rusak moralnya diperbaiki terlebih dahulu.Mengusahakan supaya masyarakat, termasuk pemimpin dan penguasanya menyadari betapa pentingnya masalah pendidikan moral anak. Supaya segala media masa, terutama siaran radio dan TV, memperhatikan setiap macam uraian, petunjukan, kesenian dan ungkapa tidak boleh bertentangan dengan agama.

Agama dan Budaya
Secara sederhana, kebudayaan merupakan hasil cipta (serta akal budi) manusia untuk memperbaiki, mempermudah, serta meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya. Atau, kebudayaan adalah keseluruhan kemampuan (pikiran, kata, dan tindakan) manusia yang digunakan untuk memahami serta berinteraksi dengan lingkungan dan sesuai sikonnya. Kebudayaan berkembang sesuai atau karena adanya adaptasi dengan lingkungan hidup dan kehidupan serta sikon manusia berada.
Kebudayaan dikenal karena adanya hasil-hasil atau unsur-unsurnya. Unsur-unsur kebudayaan terus menerus bertambah seiring dengan perkembangan hidup dan kehidupan. Manusia mengembangkan kebudayaan; kebudayaan berkembang karena manusia. Manusia disebut makhluk yang berbudaya, jika ia mampu hidup dalam atau sesuai budayanya. Sebagian makhluk berbudaya, bukan saja bermakna mempertahankan nilai-nilai budaya masa lalu atau warisan nenek moyangnya; melainkan termasuk mengembangkan (hasil-hasil) kebudayaan.
Di samping kerangka besar kebudayaan, manusia pada komunitasnya, dalam interaksinya mempunyai norma, nilai, serta kebiasaan turun temurun yang disebut tradisi. Tradisi biasanya dipertahankan apa adanya; namun kadangkala mengalami sedikit modifikasi akibat pengaruh luar ke dalam komunitas yang menjalankan tradisi tersebut. Misalnya pengaruh agama-agama ke dalam komunitas budaya (dan tradisi) tertentu, banyak unsur-unsur kebudayaan (misalnya puisi-puisi, bahasa, nyanyian, tarian, seni lukis dan ukir) di isi formula keagamaan sehingga menghasilkan paduan atau sinkretis antara agama dan kebudayaan.
Kebudayaan dan berbudaya, sesuai dengan pengertiannya tidak pernah berubah; yang mengalami perubahan dan perkembangan adalah hasil-hasil atau unsur-unsur kebudayaan. Namun ada kecenderungan dalam masyarakat yang memahami bahwa hasil-hasil dan unsur-unsur budaya dapat berdampak pada perubahan kebudayaan.
Kecenderungan tersebut menghasilkan dikotomi hubungan antara iman-agama dan kebudayaan. Dikotomi tersebut memunculkan konfrontasi (bukan hubungan saling mengisi dan membangun) antara agama dan praktek budaya, karena dianggap sarat dengan spiritisme, dinamisme, animisme, dan totemnisme. Akibatnya, ada beberapa sikap hubungan antara Agama dan Kebudayaan, yaitu:
1.      Sikap Radikal: Agama menentang Kebudayaan. Ini merupakan sikap radikal dan ekslusif, menekankan pertantangan antara Agama dan Kebudayaan. Menurut pandangan ini, semua sikon masyarakat berlawanan dengan keinginan dan kehendak Agama. Oleh sebab itu, manusia harus memilih Agama  atau/danKebudayaan, karena seseorang tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Dengan demikian, semua praktek dalam unsur-unsur kebudayaan harus ditolak ketika menjadi umat beragama.
2.      Sikap Akomodasi: Agama Milik Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan keselarasan antara Agama dan kebudayaan.
3.      Sikap Perpaduan: Agama di atas Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan adanya suatu keterikatan antara Agama dan kebudayaan. Hidup dan kehidupan manusia harus terarah pada tujuan ilahi dan insani, manusia harus mempunyai dua tujuan sekaligus.
4.      Sikap Pambaharuan: Agama Memperbaharui Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan bahwa Agama harus memperbaharui masyarakat dan segala sesuatu yang bertalian di dalamnya. Hal itu bukan bermakna memperbaiki dan membuat pengertian kebudayaan yang baru; melainkan memperbaharui hasil kebudayaan. Oleh sebab itu, jika umat beragama mau mempraktekkan unsur-unsur budaya, maka perlu memperbaikinya agar tidak bertantangan dengan ajaran-ajaran Agama. Karena perkembangan dan kemajuan masyarakat, maka setiap saat muncul hasil-hasil kebudayaan yang baru. Oleh sebab itu, upaya pembaharuan kebudayaan harus terus menerus. Dalam arti, jika masyarakat lokal mendapat pengaruh hasil kebudayaan dari luar komunitas sosio-kulturalnya, maka mereka wajib melakukan pembaharuan agar dapat diterima, cocok, dan tepat ketika mengfungsikan atau menggunakannya.
Karena adanya aneka ragam bentuk hubungan Agama dan Kebudayaan tersebut, maka solusi terbaik adalah perlu pertimbangan – pengambilan keputusan etis-teologis (sesuai ajaran agama). Dan untuk mencapai hal tersebut tidak mudah.

Sumber :
-          Ali, Mohammad & Mohammad Asrori. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Bumi Aksara.
-          Hazmi Fauzi.2015.makalah perkembangan nilaim moral dan sikap.[Online].Tersedia: http://pindaiilmu.blogspot.co.id/2015/06/makalah-perkembangan-nilai-moral-sikap.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar