Senin, 16 Mei 2016

Perkembangan Bahasa dan Kemandirian



Perkembangan Bahasa
Pengertian Perkembangan Bahasa
Sesuai dengan fungsinya, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh seorang dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain. Perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara lisan, tertulis, maupun dengan tanda-tanda dan isyarat.  Bahasa merupakan alat bergaul, oleh karena itu penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seorang individu memerlukan berkomunikasi dengan orang lain. Sejak seorang bayi mulai berkomunikasi dengan orang lain, sejak itu pula bahasa diperlukan. Sejalan dengan perkembangan hubungan sosial, maka perkembangan bahasa seorang (bayi-anak) dimulai dengan meraba (suara atau bunyi tanpa arti) dan diikuti dengan bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana dan seterusnya melakukan sosialisasi dengan menggunakan bahasa yang kompleks sesuai dengan tingkat perilaku sosial.
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang berarti faktor intelek/kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa. Bayi yang tingkat intelektual belum berkembang dan masih sangat sederhana, bahasa yang digunakannya sangat sederhana. Semakin bayi itu tumbuh dan berkembang serta mulai mampu memahami lingkungan, maka bahasa mulai berkembang dari tingkat yang sangat sederhana menuju ke bahasa yang kompleks. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh lingkungan, karena bahasa pada dasarnya merupakan hasil belajar dari lingkungan.
Tahap Perkembangan Bahasa
Johan Amos Comenius berpendapat bahwa perkembangan bahasa seseorang terdiri dari empat periode perkembangan, yaitu:
a.       Periode Sekolah-Ibu (0-6 tahun)
Pada periode ini  hampir semua usaha bimbingan pendidikan berlangsung di lingkungan keluarga, terutama aktivitas ibu sangat mempengaruhi proses perkembangan anak.
b.      Periode Sekolah-Bahasa-Ibu (6-12 tahun)
Pada periode ini anak baru mampu menghayati setiap pengalaman dengan pengertian bahasa sendiri (bahasa ibu). Bahasa ibu  ini  digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain, yaitu untuk mendapatkan impresi dari luar berupa pengaruh, sugesti serta transmisi kultural dari orang dewasa dan untuk mengekspresikan kehidupan batinnya kepada orang lain.
c.       Periode Sekolah-Latin (12-18 tahun)
Pada periode ini anak mulai diajarkan bahasa latin sebagai bahasa kebudayaan. Bahasa ini perlu diajarkan kepada anak agar anak mencapai taraf beradab dan berbudaya.
d.      Periode Sekolah-Universitas (18-24 tahun)
Pada periode terakhir ini anak muda mengalami proses pembudayaan dengan menghayati nilai-nilai ilmiah, disamping mempelajari macam-macam ilmu pengetahuan.
Faktor Perkembangan Bahasa
1.      Faktor Kesehatan
Apabila pada usia dua tahun pertama, anak mengalami sakit terus-menerus, maka anak tersebut cenderung akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan bahasanya.
2.      Intelegensi.
Anak yang perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai intelegensi normal.
3.      Status Sosial Ekonomi Keluarga
Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial ekonomi keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasanya dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik. Kondisi ini terjadi mungkin disebabkan oleh perbedaan kecerdasan atau kesempatan belajar (keluarga miskin diduga kurang memperhatikan perkembangan bahasa anaknya) atau kedua-duanya.
4.      Jenis Kelamin
Pada tahun pertama usia anak, tidak ada perbedaan dalam vokalisasi antara pria dengan wanita. Namun mulai usia dua tahun, anak wanita menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dari anak pria.
5.      Hubungan Keluarga
Proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orang tua yang mengajar, melatih dan memberikan contoh berbahasa kepada anak. Hubungan yang sehat antara orang tua dan anak (yang penuh perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya) akan memfasilitasi perkembangan bahasa anak, sedangkan hubungan yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan/kelambatan dalam perkembangan bahasanya.
6.      Umur Anak
Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya, bertambah pengalaman, dan meningkat kebutuhannya. Bahasa seseorang akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya.
7.      Kondisi Lingkungan
Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memberi andil yang cukup besar dalam berbahasa. Perkembangan bahasa di lingkungan perkotaan akan berbeda dengan lingkungan pedesaan. Begitu pula perkembangan bahasa di daerah pantai, pegunungan dan daerah-daerah terpencil dan di kelompok sosial yang lain.
8.      Kondisi Fisik
Seseorang yang cacat akan terganggu kemampuannya untuk berkomunikasi seperti bisu, tuli, gagap atau organ suara tidak sempurna akan menggangu perkembangan berkomunikasi dan tentu saja akan menggangu perkembangannya dalam berbahasa.
Sedangkan dalam perkembangan berbahasanya, potensi anak untuk berbicara didukung beberapa hal, diantaranya:
1.      Kematangan alat berbicara
2.      Kesiapan berbicara
3.      Adanya model yang baik untuk dicontoh oleh anak
4.      Kesempatan berlatih
5.      Motivasi untuk belajar dan berlalih
6.      Bimbingan

Perkembangan Kemandirian
Pengertian Kemandirian
Istilah “kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”, kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar “diri”, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan tentang perkembangan diri itu sendiri.
Menurut Chaplin (2002), otonomi atau kemandirian adalah kebebasan individu manusia untuk memilih  menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai, dan menentukan dirinya sendiri. Sedangkan menurut Erikson (dalam Monks,dkk,1989), menyatakan kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas ego yaitu merupakan perkembangan kearah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya ditandai dengan kemapuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, dll. Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana peserta didik secara relative bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain. Dengan otonomi tersebut, peserta didik diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengadung pengertian :
1.      Suatu kondisi dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri
2.      Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi
3.      Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya
4.      Bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya
Bentuk-Bentuk Kemandirian
Robert Havighurst (1972) membedakan kemandirian atas empat bentuk kemandirian yaitu:
a.       Aspek Emosi, aspek ini ditunjukan dengan adanya kemampuan untuk dirinya mengatur emosinya sendiri.
b.      Aspek Ekonomi, aspek ini ditunjukan dengan adanya kemampuan untuk mengatur dan mengelola kebutuhan dirinya sendiri secara ekonomis.
c.       Aspek Intelektual, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
d.      Aspek Sosial, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung kepada orang lain.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian yaitu:
a.       Proses belajar mengajar yang demokratis,yang memungkinkan anak merasa dihargai.
b.      Dorongan untuk anak agar dia dapat mengambil keputusan sendiri dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di sekolah.
c.       Kebebasan anak untuk dapat mengeksplorasi lingkungan mereka agar dapat mendorong rasa ingin tahu mereka.
d.      Tidak adanya diskriminasi antara anak dalam perlakuannya.
e.       Hubungan harmonis antara anak dan orangtua.
f.       Adanya motivasi yang kuat dari diri anak itu sendiri.

Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian
Sebagai suatu dimensi psikologi yang kompleks, kemandirian dalam perkembangannya memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan kemandirian seseorang berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangan kemandirian tersebut. Lovinger (dalam Sunaryo Kartadinata, 1988), mengemukakan tingkat kemandirian dan karakteristik, yaitu sebagai berikut:
1.        Tingkat pertama, adalah tingkat impulsive. Ciri-ciri:
a.      Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain.
b.      Mengikuti aturan secara spontanistik dan hodonistik.
c.      Berfikir tidak logis dan tertegun pada cara berfikir tertentu (stereotype).
d.     Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum games.
e.      Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.
2.        Tingkat kedua, adalah tingkat konformistik. Ciri-ciri:
a.       Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial
b.      Cenderung berfikir stereotype dan klise.
c.       Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal.
d.      Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
e.       Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi.
f.       Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
g.      Takut tidak diterima kelompok.
h.      Tidak sensitif terhadap keindividualan dan merasa berdosa jika melanggar aturan.
3.        Tingkat ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-ciri:
a.       Mampu berfikir alternative, mampu berharap dan berbagai kemungkinan dalam berbagai situasi.
b.      Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
c.       Menekankan pada pentingnya memecahkan masalah dan memikirkan cara hidup.
d.      Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
4.        Tingkat keempat, adalah tingkat saksama (conscientions). Ciri-ciri:
a.       Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
b.      Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan.
c.       Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang lain.
d.      Sadar akan tanggung jawab, mampu melakukan kritika dan penilaian diri.
e.       Peduli akan hubungan mutualistik, memiliki tujuan jangka panjang.
f.       Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.
g.      Berfikir lebih kompleks dan atas dasar pola analistik.
5.        Tingkat kelima, adalah tingkat individualistik. Ciri-ciri:
a.       Peningkatan kesadaran individualitas.
b.      Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan ketergantungan.
c.       Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
d.      Mengenal eksistensi perbedaan individu.
e.       Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.
f.       Membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya.
g.      Mengenal kompleksitas diri, peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial.
6.        Tingkat keenam, adalah tingkat mandiri. Ciri-ciri:
a.       Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
b.      Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri dan orang lain.
c.       Peduli pada pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial.
d.      Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan.
e.       Toleran terhadap ambiguitas, peduli akan pemenuhan diri (self-fulfilment).
f.       Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.
g.      Responsif terhadap kemandirian orang lain.
h.      Sadar akan adanya saling ketergantunagn dengan orang lain.
i.        Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan.
Steiberg (1993) , membedakan karakteristik kemandirian atas tiga bentuk yaitu:
1.      Kemandirian emosional (emotional autonomy)
Kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu, seperti hubungan emosional peserta didik dengan guru atau dengan orangtuanya.
2.      Kemandirian tingkah laku (behavioral autonomy)
Kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukanya secara bertanggung jawab.
3.      Kemandirian nilai (value autonomy)
Kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting.

Sumber :
1.      Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2.      Gunarsa, Singgih dan Ny. Gunarsa. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta: PT.BPPK Gunung Mulia.
3.      Kartini Kartono. 2007. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: CV.Mandar Maju.
4.      Muchlisin Riadi. 2013. Perkembangan Bahasa Anak [Online]. Tersedia: http://www.kajianpustaka.com/2013/06/tahapan-perkembangan-bahasa-anak.html
5.      Pena Lestari.2012. Perkembangan Kemandirian Peserta didik [Online]. Tersedia: http://pena-lestari.blogspot.co.id/2012/07/perkembangan-kemandirian-pesereta-didik.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar