Pengertian Nilai Moral
dan Sikap
Nilai adalah yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh
masyarakat. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau
tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi
oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain
terdapat perbedaan tata nilai.
Istilah
moral berasal dari bahasa Latin mores yang
artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan
(Gunarsa,1986). Moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai
macam perilaku yang harus dipatuhi (Shaffer,1979). Moral merupakan kaidah norma
dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam hubungannya dengan kelompok
sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi
individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial
(Rogers, 1985). Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang
dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil dan seimbang.
Perilaku moral diperlukan dengan terwujudnya kehidupan sosial yang damai penuh
keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan.
Fishbein
(1975) mendefinisikan sikap adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk
merespons secara konsisten terhadap suatu objek. Sikap merupakan variabel yang
mendasari, mengarahkan, dan memengaruhi prilaku. Sikap tidak identik dengan
merespon dalam bentuk perilaku, tidak dapat diamati secara langsung tetapi
dapat disimpulkan dari konsistensi perilaku yang dapat diamati. Secara
operasional, sikap dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata atau tindakan
yang merupakan respons reaksi dari sikapnya terhadap objek, baik berupa orang,
peristiwa atau situasi (Horrocks,1976).
Karakteristik Nilai,
Moral, dan Sikap Remaja
Karena
masa remaja merupakan masa mencari jati diri, dan berusaha melepaskan diri dari
lingkungan orang tua untuk menemukan jati dirinya maka masa remaja menjadi
suatu periode yang sangat penting dalam pembentukan nilai (Horrocks, 1976; Adi,
1986; Monks,1989). Salah satu
karakteristik remaja yang sangat menonjol berkaitan dengan nilai adalah bahwa
remaja sudah sangat merasakan pentingnya tata nilai dan mengembangkan
nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sebagai pedoman, pegangan, atau petunjuk
dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju
kepribadian yang semakin matang (Sarowonno,1989). Pebentukan nilai-nilai baru
dilakukan dengan cara identifikasi dan
imitasi terhadap tokoh atau model tertentu atau bisa saja berusaha
mengebangkannya sendiri.
Karakteristik
yang menonjol dalam perkembangan moral
remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai
mencapai tahapan berfikir operasional formal, yaitu mampu berfikir abstrak dan
mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis maka pemikiran remaja
terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat dan
situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka
(Gunarsa,1988). Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai
tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada
karena dianggapnya sebagai suatu yang bernilai, walau belum mampu mempertanggungjawabkannya
secara pribadi (Monks,1989). Perkembangan moral remaja yang demikian, jika
meminjam teori dari Kohlberg berarti sudah mencapai tahap konvensional. Pada
akhir masa remaja seseorang akan memasuki tahap perkembangan pemikiran moral yang
sudah semakin jelas. Pemikiran moral remaja berkembang sebagai pendirian
pribadi yang tidak tergantung lagi pada pendapat atau pranata yanng bersifat
konvensional.
Tingkat
perkembangan fisik dan psikis yang dicapai remaja berpengaruh pada perubahan
sikap dan perilakunya. Perubahan sikap yang cukup menyolok dan ditempatkan
sebagai salah satu karakter remaja adalah sikap menentang nilai-nilai dasar
hidup orang tua dan orang dewasa lainnya (Gunarsa,1988). Apalagi kalau orang
tua atau orang dewasa berusaha memaksakan nilai-nilai yang dianutnya kepada
remaja. Sikap menentang pranata adat
kebiasaan yang ditunjukkan oleh para remaja merupakan gejala wajar yang terjadi
sebagai unjuk kemampuan berfikir kritis terhadap segala sesuatu yang dihadapi
dalam realitas. Gejala sikap menentang pada remaja hanya bersifat sementara dan
akan berubah serta berkembang ke arah moralias yang lebih matang dan mandiri.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral dan Sikap
Nilai,
moral, dan sikap adalah aspek-aspek yang berkembang pada diri individu melalui
interaksi antara aktivitas internal dan pengaruh stimulus eksternal. Pada
awalnya seorang anak belum memiliki nilai-nilai dan pengetahuan mengenai nilai
moral tertentu atau tentang apa yang dipandang baik atau tidak baik oleh
kelompok sosialnya. Selanjutnya, dalam berinteraksi dengan lingkungan, anak
mulai belajar mengenai berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan nilai,
moral dan sikap. Dalam konteks ini, lingkungan merupakan faktor yang besar
pengaruhnya bagi perkembangan nilai, moral dan sikap individu (Horrocks, 1976;
Gunarsa,1988).
Faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral dan sikap
individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik
yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Kondisi
psikologis, pola interaksi, pola kehidupan beragama, berbagai sarana rekreasi
yang tersedia dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat akan
mempengaruhi perkembangan nilai, moral dan sikap individu yang tumbuh dan
berkembang didalamnya.
Remaja
yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat
yang penuh rasa aman secara psikologis, pola interaksi yang demokratis, pola
asuh bina kasih dan religius dapat diharapkan berkembang menjadi remaja yang
memiliki budi luhur, moralitas tinggi, serta sikap dan perilaku terpuji.
Sebaliknya, individu yang tumbuh dan
berkembang dengan kondisi psikologis yang penuh dengan konflik, pola interaksi
yang tidak jelas, pola asuh yang kurang berimbang dan kurang religius maka
harapan agar anak dan remaja tumbuh dan berkembang menjadi individu yang
memiliki nilai-nilai luhur, moralitas tinggi, dan sikap prilaku terpuji menjadi
diragukan.
Implikasi Pengembangan
Nilai, Moral, dan Sikap Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Pendidikan tersebut dapat dilakukan di rumah tangga,
sekolah, dan masyarakat.
1.
Pendidikan moral dalam rumah tangga
Pertama-tama yang harus diperhatikan adalah
penyelamatan hubungan ibu-bapak, sehingga pergaulan dan kehidupan mereka dapat
menjadi contoh bagi anak-anaknya.
Pendidikan moral yang paling baik, terdapat dalam
agama, karena nilai moral yang dapat dipatuhi dengan sukarela, tanpa ada
paksaan dari luar, hanya dari kesadaran sendiri, datangya dari keyakinan sendiri.
Orang tua harus memperhatikan pendidikan moral serta
tingkah laku anak-anaknya.Pendidikan dan perlakuan orang tua terhadap anaknya
hendaknya menjamin segala kebutuhannya, baik fisik ataupun psikis ataupun
sosial.
2.
Pendidikan moral dalam sekolah
Hendaknya dapat diusahakan supaya sekolah menjadi
lapangan yang baik bagi penumbuhan dan pengembangan mental dan moral anak
didik.
Pendidikan agama, haruslah dilakukan secara intensif
Hendaknya segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran (baik
guru, pegawai, buku, peraturan dan alat-alat) dapat membawa anak didik kepada
pembinaan mental yang sehat.
3.
Pendidikan moral dalam masyarakat
Sebelum menghadapai pendidikan anak, maka masyarakat
yang telah rusak moralnya diperbaiki terlebih dahulu.Mengusahakan supaya
masyarakat, termasuk pemimpin dan penguasanya menyadari betapa pentingnya
masalah pendidikan moral anak. Supaya segala media masa, terutama siaran radio
dan TV, memperhatikan setiap macam uraian, petunjukan, kesenian dan ungkapa tidak
boleh bertentangan dengan agama.
Agama dan Budaya
Secara sederhana, kebudayaan merupakan hasil cipta
(serta akal budi) manusia untuk memperbaiki, mempermudah, serta meningkatkan
kualitas hidup dan kehidupannya. Atau, kebudayaan adalah keseluruhan
kemampuan (pikiran, kata, dan tindakan) manusia yang digunakan untuk memahami
serta berinteraksi dengan lingkungan dan sesuai sikonnya. Kebudayaan
berkembang sesuai atau karena adanya adaptasi dengan lingkungan hidup dan
kehidupan serta sikon manusia berada.
Kebudayaan dikenal karena adanya hasil-hasil atau
unsur-unsurnya. Unsur-unsur kebudayaan terus menerus bertambah seiring dengan
perkembangan hidup dan kehidupan. Manusia mengembangkan kebudayaan; kebudayaan
berkembang karena manusia. Manusia disebut makhluk yang berbudaya, jika ia
mampu hidup dalam atau sesuai budayanya. Sebagian makhluk berbudaya, bukan saja
bermakna mempertahankan nilai-nilai budaya masa lalu atau warisan nenek
moyangnya; melainkan termasuk mengembangkan (hasil-hasil) kebudayaan.
Di samping kerangka besar kebudayaan, manusia pada
komunitasnya, dalam interaksinya mempunyai norma, nilai, serta kebiasaan turun
temurun yang disebut tradisi. Tradisi biasanya
dipertahankan apa adanya; namun kadangkala mengalami sedikit modifikasi akibat
pengaruh luar ke dalam komunitas yang menjalankan tradisi tersebut. Misalnya
pengaruh agama-agama ke dalam komunitas budaya (dan tradisi) tertentu, banyak
unsur-unsur kebudayaan (misalnya puisi-puisi, bahasa, nyanyian, tarian, seni
lukis dan ukir) di isi formula keagamaan sehingga menghasilkan paduan atau
sinkretis antara agama dan kebudayaan.
Kebudayaan dan berbudaya, sesuai dengan pengertiannya
tidak pernah berubah; yang mengalami perubahan dan perkembangan adalah
hasil-hasil atau unsur-unsur kebudayaan. Namun ada kecenderungan dalam
masyarakat yang memahami bahwa hasil-hasil dan unsur-unsur budaya dapat
berdampak pada perubahan kebudayaan.
Kecenderungan tersebut menghasilkan dikotomi hubungan
antara iman-agama dan kebudayaan. Dikotomi tersebut memunculkan konfrontasi (bukan
hubungan saling mengisi dan membangun) antara agama dan praktek budaya, karena
dianggap sarat dengan spiritisme, dinamisme, animisme, dan totemnisme.
Akibatnya, ada beberapa sikap hubungan antara Agama dan Kebudayaan, yaitu:
1.
Sikap Radikal: Agama menentang Kebudayaan.
Ini merupakan sikap radikal dan ekslusif, menekankan pertantangan antara Agama
dan Kebudayaan. Menurut pandangan ini, semua sikon masyarakat berlawanan dengan
keinginan dan kehendak Agama. Oleh sebab itu, manusia harus memilih Agama
atau/danKebudayaan, karena seseorang tidak dapat mengabdi kepada
dua tuan. Dengan demikian, semua praktek dalam unsur-unsur kebudayaan harus
ditolak ketika menjadi umat beragama.
2.
Sikap Akomodasi: Agama Milik Kebudayaan.
Sikap ini menunjukkan keselarasan antara Agama dan kebudayaan.
3.
Sikap Perpaduan: Agama di atas Kebudayaan.
Sikap ini menunjukkan adanya suatu keterikatan antara Agama dan kebudayaan.
Hidup dan kehidupan manusia harus terarah pada tujuan ilahi dan insani, manusia
harus mempunyai dua tujuan sekaligus.
4.
Sikap Pambaharuan: Agama Memperbaharui
Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan bahwa Agama harus memperbaharui masyarakat
dan segala sesuatu yang bertalian di dalamnya. Hal itu bukan bermakna
memperbaiki dan membuat pengertian kebudayaan yang baru; melainkan
memperbaharui hasil kebudayaan. Oleh sebab itu, jika umat beragama mau
mempraktekkan unsur-unsur budaya, maka perlu memperbaikinya
agar tidak bertantangan dengan ajaran-ajaran Agama. Karena perkembangan dan
kemajuan masyarakat, maka setiap saat muncul hasil-hasil kebudayaan yang baru.
Oleh sebab itu, upaya pembaharuan kebudayaan harus terus menerus. Dalam arti,
jika masyarakat lokal mendapat pengaruh hasil kebudayaan dari luar komunitas
sosio-kulturalnya, maka mereka wajib melakukan pembaharuan agar dapat diterima,
cocok, dan tepat ketika mengfungsikan atau menggunakannya.
Karena adanya aneka ragam bentuk
hubungan Agama dan Kebudayaan tersebut, maka solusi terbaik adalah perlu
pertimbangan – pengambilan keputusan etis-teologis (sesuai ajaran agama). Dan
untuk mencapai hal tersebut tidak mudah.
Sumber
:
-
Ali, Mohammad &
Mohammad Asrori. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
-
Hazmi
Fauzi.2015.makalah perkembangan nilaim moral dan sikap.[Online].Tersedia: http://pindaiilmu.blogspot.co.id/2015/06/makalah-perkembangan-nilai-moral-sikap.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar