Perkembangan
Bahasa
Pengertian
Perkembangan Bahasa
Sesuai
dengan fungsinya, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh seorang
dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain. Perkembangan bahasa
adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik alat
komunikasi dengan cara lisan, tertulis, maupun dengan tanda-tanda dan
isyarat. Bahasa merupakan alat bergaul,
oleh karena itu penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seorang individu
memerlukan berkomunikasi dengan orang lain. Sejak seorang bayi mulai berkomunikasi
dengan orang lain, sejak itu pula bahasa diperlukan. Sejalan dengan
perkembangan hubungan sosial, maka perkembangan bahasa seorang (bayi-anak)
dimulai dengan meraba (suara atau bunyi tanpa arti) dan diikuti dengan bahasa
satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana dan seterusnya
melakukan sosialisasi dengan menggunakan bahasa yang kompleks sesuai dengan
tingkat perilaku sosial.
Perkembangan
bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang berarti faktor
intelek/kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa.
Bayi yang tingkat intelektual belum berkembang dan masih sangat sederhana,
bahasa yang digunakannya sangat sederhana. Semakin bayi itu tumbuh dan
berkembang serta mulai mampu memahami lingkungan, maka bahasa mulai berkembang
dari tingkat yang sangat sederhana menuju ke bahasa yang kompleks. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh
lingkungan, karena bahasa pada dasarnya merupakan hasil belajar dari
lingkungan.
Tahap
Perkembangan Bahasa
Johan Amos Comenius berpendapat bahwa perkembangan bahasa
seseorang terdiri dari empat periode perkembangan, yaitu:
a.
Periode
Sekolah-Ibu (0-6 tahun)
Pada periode ini
hampir semua usaha bimbingan pendidikan berlangsung di lingkungan
keluarga, terutama aktivitas ibu sangat mempengaruhi proses perkembangan anak.
b.
Periode
Sekolah-Bahasa-Ibu (6-12 tahun)
Pada periode ini
anak baru mampu menghayati setiap pengalaman dengan pengertian bahasa sendiri
(bahasa ibu). Bahasa ibu ini digunakan untuk berkomunikasi dengan orang
lain, yaitu untuk mendapatkan impresi dari luar berupa pengaruh, sugesti serta
transmisi kultural dari orang dewasa dan untuk mengekspresikan kehidupan
batinnya kepada orang lain.
c.
Periode
Sekolah-Latin (12-18 tahun)
Pada periode ini anak mulai diajarkan bahasa latin
sebagai bahasa kebudayaan. Bahasa ini perlu diajarkan kepada anak agar anak
mencapai taraf beradab dan berbudaya.
d.
Periode
Sekolah-Universitas (18-24 tahun)
Pada periode terakhir ini anak muda mengalami proses
pembudayaan dengan menghayati nilai-nilai ilmiah, disamping mempelajari
macam-macam ilmu pengetahuan.
Faktor
Perkembangan Bahasa
1. Faktor
Kesehatan
Apabila
pada usia dua tahun pertama, anak mengalami sakit terus-menerus, maka anak
tersebut cenderung akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan
bahasanya.
2. Intelegensi.
Anak
yang perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai intelegensi normal.
3. Status
Sosial Ekonomi Keluarga
Beberapa
studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial ekonomi
keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami
kelambatan dalam perkembangan bahasanya dibandingkan dengan anak yang berasal
dari keluarga yang lebih baik. Kondisi ini terjadi mungkin disebabkan oleh
perbedaan kecerdasan atau kesempatan belajar (keluarga miskin diduga kurang
memperhatikan perkembangan bahasa anaknya) atau kedua-duanya.
4. Jenis
Kelamin
Pada
tahun pertama usia anak, tidak ada perbedaan dalam vokalisasi antara pria
dengan wanita. Namun mulai usia dua tahun, anak wanita menunjukkan perkembangan
yang lebih cepat dari anak pria.
5. Hubungan Keluarga
Proses
pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama
dengan orang tua yang mengajar, melatih dan memberikan contoh berbahasa kepada
anak. Hubungan yang sehat antara orang tua dan anak (yang penuh perhatian dan
kasih sayang dari orang tuanya) akan memfasilitasi perkembangan bahasa anak,
sedangkan hubungan yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami
kesulitan/kelambatan dalam perkembangan bahasanya.
6. Umur
Anak
Manusia
bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya, bertambah pengalaman,
dan meningkat kebutuhannya. Bahasa seseorang akan berkembang sejalan dengan
pertambahan pengalaman dan kebutuhannya.
7. Kondisi
Lingkungan
Lingkungan
tempat anak tumbuh dan berkembang memberi andil yang cukup besar dalam
berbahasa. Perkembangan bahasa di lingkungan perkotaan akan berbeda dengan
lingkungan pedesaan. Begitu pula perkembangan bahasa di daerah pantai,
pegunungan dan daerah-daerah terpencil dan di kelompok sosial yang lain.
8. Kondisi
Fisik
Seseorang
yang cacat akan terganggu kemampuannya untuk berkomunikasi seperti bisu, tuli,
gagap atau organ suara tidak sempurna akan menggangu perkembangan berkomunikasi
dan tentu saja akan menggangu perkembangannya dalam berbahasa.
Sedangkan
dalam perkembangan berbahasanya, potensi anak untuk berbicara didukung beberapa
hal, diantaranya:
1.
Kematangan alat berbicara
2.
Kesiapan berbicara
3.
Adanya model yang baik untuk dicontoh
oleh anak
4.
Kesempatan berlatih
5.
Motivasi untuk belajar dan berlalih
6.
Bimbingan
Perkembangan
Kemandirian
Pengertian Kemandirian
Istilah “kemandirian”
berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”,
kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian
berasal dari kata dasar “diri”, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak bisa
lepas dari pembahasan tentang perkembangan diri itu sendiri.
Menurut
Chaplin (2002), otonomi atau kemandirian adalah kebebasan individu manusia
untuk memilih menjadi kesatuan yang bisa
memerintah, menguasai, dan menentukan dirinya sendiri. Sedangkan menurut
Erikson (dalam Monks,dkk,1989), menyatakan kemandirian adalah usaha untuk
melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui
proses mencari identitas ego yaitu merupakan perkembangan kearah individualitas
yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya ditandai dengan kemapuan
menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku,
bertanggung jawab, mampu menahan diri, dll. Kemandirian merupakan suatu sikap
otonomi dimana peserta didik secara relative bebas dari pengaruh penilaian,
pendapat dan keyakinan orang lain. Dengan otonomi tersebut, peserta didik
diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Secara
singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengadung pengertian :
1. Suatu
kondisi dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan
dirinya sendiri
2. Mampu
mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi
3. Memiliki
kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya
4. Bertanggung
jawab atas apa yang dilakukannya
Bentuk-Bentuk
Kemandirian
Robert Havighurst (1972) membedakan
kemandirian atas empat bentuk kemandirian yaitu:
a.
Aspek Emosi, aspek ini ditunjukan dengan
adanya kemampuan untuk dirinya mengatur emosinya sendiri.
b.
Aspek Ekonomi, aspek ini ditunjukan
dengan adanya kemampuan untuk mengatur dan mengelola kebutuhan dirinya sendiri
secara ekonomis.
c.
Aspek Intelektual, aspek ini ditunjukan
dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
d.
Aspek Sosial, aspek ini ditunjukan
dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak
tergantung kepada orang lain.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kemandirian
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kemandirian yaitu:
a.
Proses belajar mengajar yang
demokratis,yang memungkinkan anak merasa dihargai.
b.
Dorongan untuk anak agar dia dapat
mengambil keputusan sendiri dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di
sekolah.
c.
Kebebasan anak untuk dapat
mengeksplorasi lingkungan mereka agar dapat mendorong rasa ingin tahu mereka.
d.
Tidak adanya diskriminasi antara anak
dalam perlakuannya.
e.
Hubungan harmonis antara anak dan
orangtua.
f.
Adanya motivasi yang kuat dari diri anak
itu sendiri.
Tingkatan
dan Karakteristik Kemandirian
Sebagai
suatu dimensi psikologi yang kompleks, kemandirian dalam perkembangannya
memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan kemandirian seseorang berlangsung
secara bertahap
sesuai dengan tingkat perkembangan kemandirian tersebut. Lovinger (dalam
Sunaryo Kartadinata, 1988), mengemukakan tingkat kemandirian dan karakteristik,
yaitu sebagai berikut:
1.
Tingkat
pertama, adalah tingkat impulsive. Ciri-ciri:
a. Peduli
terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan
orang lain.
b. Mengikuti
aturan secara spontanistik dan hodonistik.
c. Berfikir
tidak logis dan tertegun pada cara berfikir tertentu (stereotype).
d. Cenderung
melihat kehidupan sebagai zero-sum games.
e. Cenderung
menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.
2.
Tingkat
kedua, adalah tingkat konformistik. Ciri-ciri:
a. Peduli
terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial
b. Cenderung
berfikir stereotype dan klise.
c. Peduli
akan konformitas terhadap aturan eksternal.
d. Bertindak
dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
e. Menyamakan
diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi.
f. Perbedaan
kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
g. Takut
tidak diterima kelompok.
h. Tidak
sensitif terhadap keindividualan
dan merasa
berdosa jika melanggar aturan.
3.
Tingkat
ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-ciri:
a. Mampu
berfikir alternative, mampu
berharap dan berbagai kemungkinan dalam berbagai situasi.
b. Peduli
untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
c. Menekankan
pada pentingnya memecahkan masalah
dan memikirkan
cara hidup.
d. Penyesuaian
terhadap situasi dan peranan.
4.
Tingkat
keempat, adalah tingkat saksama (conscientions). Ciri-ciri:
a. Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
b. Mampu
melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan.
c. Mampu
melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang lain.
d. Sadar
akan tanggung jawab, mampu
melakukan kritika dan penilaian diri.
e. Peduli
akan hubungan mutualistik,
memiliki
tujuan jangka panjang.
f. Cenderung
melihat peristiwa dalam konteks sosial.
g. Berfikir
lebih kompleks dan atas dasar pola analistik.
5.
Tingkat
kelima, adalah tingkat individualistik. Ciri-ciri:
a. Peningkatan
kesadaran individualitas.
b. Kesadaran
akan konflik emosional antara kemandirian dan ketergantungan.
c. Menjadi
lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
d. Mengenal
eksistensi perbedaan individu.
e. Mampu
bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.
f. Membedakan
kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya.
g. Mengenal kompleksitas diri, peduli akan perkembangan dan
masalah-masalah sosial.
6.
Tingkat
keenam, adalah tingkat
mandiri. Ciri-ciri:
a. Memiliki
pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
b. Cenderung
bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri dan orang lain.
c. Peduli
pada pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial.
d. Mampu
mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan.
e. Toleran
terhadap ambiguitas, peduli
akan pemenuhan diri (self-fulfilment).
f. Ada
keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.
g. Responsif
terhadap kemandirian orang lain.
h. Sadar
akan adanya saling ketergantunagn dengan orang lain.
i.
Mampu mengekspresikan perasaan dengan
penuh keyakinan dan keceriaan.
Steiberg
(1993) , membedakan karakteristik kemandirian atas tiga bentuk yaitu:
1. Kemandirian
emosional (emotional autonomy)
Kemandirian
yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu, seperti
hubungan emosional peserta didik dengan guru atau dengan orangtuanya.
2. Kemandirian
tingkah laku (behavioral autonomy)
Kemampuan
untuk membuat keputusan-keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan
melakukanya secara bertanggung jawab.
3. Kemandirian
nilai (value autonomy)
Kemampuan
memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, tentang apa yang penting
dan apa yang tidak penting.
Sumber :
1.
Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2.
Gunarsa, Singgih dan Ny. Gunarsa. 1991. Psikologi
Remaja. Jakarta: PT.BPPK
Gunung Mulia.
3.
Kartini
Kartono. 2007. Psikologi Anak (Psikologi
Perkembangan). Bandung: CV.Mandar Maju.
4.
Muchlisin
Riadi. 2013. Perkembangan Bahasa Anak [Online]. Tersedia: http://www.kajianpustaka.com/2013/06/tahapan-perkembangan-bahasa-anak.html
5.
Pena
Lestari.2012. Perkembangan Kemandirian Peserta didik [Online]. Tersedia: http://pena-lestari.blogspot.co.id/2012/07/perkembangan-kemandirian-pesereta-didik.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar